Dapur SPPG Cikaret: Menjaga Mutu Makanan Bergizi Gratis
Di tengah perhatian publik yang tinggi terhadap kasus keracunan Makan Bergizi Gratis (MBG) di berbagai daerah, dapur SPPG Cikaret di Sukabumi, Jawa Barat, menunjukkan komitmen kuat dalam menjaga kualitas dan kebersihan makanan. Dengan pengalaman lebih dari 25 tahun, tim dapur ini mempekerjakan chef senior yang terbiasa mengolah makanan berskala besar, hingga 11.000 porsi per hari, di Freeport. Selain itu, mereka juga menerima permintaan makanan dari murid-murid sekolah.
Doa sederhana selalu diucapkan oleh ribuan ompreng yang keluar dari dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Cikaret untuk disalurkan ke 3.700 murid di Kebonpedes, Kabupaten Sukabumi. Inti doa tersebut adalah agar makanan bergizi gratis yang diolah oleh tim dapur SPPG Cikaret tetap terjaga mutunya sampai tangan siswa-siswi berbagai sekolah di kecamatan itu.
“Semoga makanan hari ini enak, tidak basi, tidak beracun, dan tidak disabotase,” demikian doa yang terlantun dan diamini semua karyawan yang berjumlah 55 orang di dapur tersebut. Doa ini dinyatakan oleh Sandra, pemilik Yayasan Sedia Sukses Sukaraja yang menaungi SPPG Cikaret, kepada ASKAI.ID – Top UP Isi Ulang Game Murah, Sabtu (27/9).
Dengan banyaknya SPPG yang bermasalah, keberadaan dapur seperti SPPG Cikaret yang menerapkan kontrol harian ketat untuk menjaga kualitas dan kebersihan makanan patut ditiru. Salah satunya dengan menimbang sisa makanan yang kembali setiap hari. Jika jumlahnya banyak, itu pertanda rasa harus dievaluasi.
“Ketika makanan [yang kembali] timbangannya berat, kami tanya sama chef: Ada apa nih makanan hari ini? Karena [banyak tak termakan] artinya enggak enak,” jelas Sandra.
Sebelum berkecimpung dalam pelayanan MBG, Yayasan Sedia Sukses Sukaraja milik Sandra sudah bergerak di industri katering sejak 1994. Selama 31 tahun, mereka terbiasa menyalurkan makanan bergizi ke berbagai sekolah di Sukabumi. Pengalaman panjang di dunia jasa boga itulah yang dibawa SPPG Cikaret ketika mulai beroperasi pada 21 Agustus 2025. Tak tanggung-tanggung, Sandra melibatkan koki senior yang sudah 25 tahun bertugas di Freeport dan terbiasa mengolah makanan berskala besar, 11.000 porsi per hari.
SPPG Cikaret tak cuma punya chef senior, tapi juga manajer operasional dengan latar belakang serupa. Tim dapur Sandra benar-benar beranggotakan orang-orang yang matang dalam dunia kuliner.
Pada awal SPPG Cikaret terbentuk, tim Sandra melakukan uji coba sebulan penuh. Mereka mendapatkan pelatihan intensif, membangun budaya kerja dan menyelaraskan ritme kerja, serta menerapkan standar higienitas tinggi. SPPG Cikaret misalnya punya aturan ketat soal sarung tangan yang dipakai untuk menyentuh makanan. Sarung tangan itu tidak boleh digunakan untuk keperluan lain. Bila anggota tim dapur hendak melakukan hal lain, sarung tangan tersebut harus dilepas; dan saat akan kembali memegang bahan makanan, tangan harus dicuci dan sarung tangan dikenakan lagi untuk mencegah kontaminasi silang.
Dalam proses pemorsian pun, petugas yang menangani makanan matang dibedakan dengan yang menangani makanan segar seperti salad dan jeruk. Selain itu, untuk memastikan kebersihan dapur, sidak rutin digelar tiap pukul 10.00 WIB. Seluruh area, termasuk drainase trap, wajib dibersihkan dan dilaporkan melalui foto ke grup sebelum karyawan pulang.
Menu Beragam karena Terima Usulan dari Murid
Dapur SPPG Cikaret memanfaatkan media sosial untuk menginformasikan menu makanan yang mereka olah. Melalui akun Instagram @sppgcikaret.kebonpedes, mereka secara rutin membagikan foto dan video menu harian yang disajikan variatif kepada murid-murid. Yang menarik, para siswa dapat mengusulkan menu ke SPPG Cikaret tiap pekannya. Meski menu awal disusun untuk satu bulan oleh ahli gizi bersama koki, setiap minggu dilakukan penyesuaian berdasarkan permintaan murid. Itulah yang membuat menu makin beragam dan disukai.
“Jadi misal kami sudah bikin untuk satu bulan, lalu karena banyak banget yang request buah anggur dan ayam geprek, kami ganti menu hari tertentu dengan ayam geprek,” kata Sandra.
Proses komunikasi dengan murid dan pengawas mutu juga diterapkan SPPG Bener Purworejo di Jawa Tengah. SPPG ini pun aktif di medsos untuk menginformasikan menu harian, proses memasak, pemorsian, hingga pencucian bahan baku dan ompreng. Ragam menu harian SPPG Bener Purworejo disusun dengan memperhatikan angka kecukupan gizi (AKG). Konsep ini juga diterapkan beberapa dapur lain seperti SPPG Palmerah di Jakarta Barat, SPPG Sukarami Sukajaya 1 Palembang, dan SPPG Babakan Madang 02 di Kabupaten Bogor. SPPG-SPPG tersebut juga menginformasikan menu ke publik lewat medsos. Tujuannya, seperti ditekankan Wakil Ketua Badan Gizi Nasional Nanik S. Deyang, untuk membuka ruang bagi kontrol oleh publik. Di sini, transparansi menjadi kunci.
Cek Suhu Udara dan Kadar Air
SPPG Tugu Utara 1 di permukiman miskin Kampung Beting Remaja, Koja, Jakarta Utara, adalah salah satu dapur yang belum aktif di medsos. Namun, sejauh ini proses pengolahan makanan di SPPG tersebut dipercaya oleh masyarakat sekitar. Ketua RW Kampung Beting Remaja, Ricardo Hutahaean, berani menjamin bahwa proses memasak di SPPG Tugu Utara 1 berjalan sesuai standar operasional prosedur (SOP). Sehari-hari, bahan baku yang diolah SPPG itu dipasok dari warga sekitar (UMKM lokal). Bahan-bahan itu masuk dapur pukul 14.00 WIB dan langsung diperiksa. Tim persiapan menyortir bahan yang segar dan yang rusak. Setelahnya, proses dilanjutkan oleh tim juru masak yang mulai bekerja pukul 01.00 dini hari.
Selama memasak, mereka menjaga suhu ruangan agar berada di kisaran aman bagi makanan, yakni 5–60°C. Berikutnya saat menyimpan masakan yang telah matang, tim juga mengecek kadar air pada makanan untuk menjaga keamanan dan kualitasnya. Kadar air yang tepat dapat mencegah pertumbuhan mikroba berbahaya, sedangkan kadar air yang tidak tepat bisa menyebabkan pembusukan, mengubah tekstur dan rasa makanan, serta mengurangi masa tahan penyimpanan—yang semua itu dapat mempertaruhkan kesehatan para murid.
Diam-Diam Serap Tenaga Kerja
BGN menyebut MBG berdampak positif pada roda perekonomian, salah satunya menyerap ratusan ribu pekerja sejak diluncurkan Presiden Prabowo Subianto pada Januari 2025. Mereka yang bekerja di MBG, kata Nanik, perlahan taraf hidupnya membaik, misal dari makan nasi bergaram saja menjadi makan nasi telur.
“Dapur MBG ini kan membuka lapangan kerja. Sekarang dengan 8.000 [dapur MBG] ini, 400.000 tenaga kerja terserap,” kata Nanik. Pelaku UMKM pun merasakan manfaat MBG. Nanik mencontohkan, pedagang tahu-tempe yang ia ditemui baru-baru ini sekarang meraup pendapatan Rp 5 juta per minggu, meningkat dari sebelumnya. Oleh sebab itu, Nanik berharap MBG dapat terus berjalan, tentu pembenahan signifikan.
Fokuskan MBG di Daerah Rentan
Program MBG dinilai penting dan lebih dibutuhkan di daerah rentan seperti tempat tinggal Ricardo yang miskin ekstrem di Kampung Beting Remaja, Jakarta Utara. Sebagai pelaksana MBG di wilayah tersebut, Ricardo melihat banyak keluarga miskin di sekitarnya yang belum menjadikan sarapan sebagai kebutuhan rutin anak-anak mereka.
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.